Laci Potensi

tumblr_o7fc98CCak1r26vg6o1_1280

Errr, mungkin ini masih berantakan kalau pakai standar kalian. Bagi saya kemajuan pesat.

***

Sejak pindah lagi ke Bandung, saya punya proyek penting. Membersihkan kamar. Membersihkan kamar di sini dalam artian membersihkan kamar dari debu, menata ulang, dan memilah barang yang masih perlu. Mungkin untuk sebagian orang hal ini remeh, karena kamarnya sudah bersih dan teratur dari dulu. Saya tidak. Hahaha.

Ini merupakan hal dasar sih terkait kebersihan dan kerapian. Hal yang harusnya sudah selesai dari dulu. Dulu saat kecil tidak separah ini. Pas mulai besar, kebiasaan buruk dipupuk lagi. Ujungnya jadi bencana. Berbahagia lah kalian yang selalu memupuk kebiasaan bersih dan teratur dalam kesunyian dan gemerlap dunia..

Kamar saya berantakan. Berantakan di sini tidak hanya berantakan dalam artian selimut yang jarang dilipat lagi begitu selesai dipakai. Namun, juga isi lemari, laci,rak yang bahkan saya tak yakin apa saja isinya. Misalnya laci kecil meja belajar saya. Saya tahu isinya adalah seluruh hal yang ada kaitannya dengan tulis menulis. Minimal sebagian besarnya tentang hal itu lah. Pena, pensil, penggaris, spidol papan, dan alat-alat persiapan perang berbasis kerajinan tangan lainnya.

Seorang psikolog pernah berkata, keadaan kamar seorang itu mencerminkan keadaan pikiran seseorang. Psikolog itu adalah ibu teman. Apakah ada landasan ilmiah atau tidak, saya tak tahu. Namun saya pikir ada benarnya juga.

Dulu seorang petinggi militer Amerika Serikat juga pernah berkata kira-kira begini

Alasan mengapa kalian harus punya kasur yang rapi adalah setidaknya jika kalian punya hari yang buruk, kalian masih punya kasur yang rapi untuk beristirahat dan menenangkan diri

Kembali ke laci. Karena sering setelah memakai suatu barang langsung main masukkan saja ke laci dan tutup, akhirnya kondisi laci meja belajar layaknya terkena letusan granat. Saya tidak tahu memiliki pensil berapa, penghapus berapa.

Begini yang katanya mau mencari istri yang suka keteraturan dan kebersihan?

Dududu~ Membuat tulisan ini juga sebenarnya tidak baik kalau mengacu ‘Standar Operasi Prosedural Pencitraan dan Permodusan Kepada Calon Istri’.

Kapan bisa berkarya optimal jika tidak tahu seluruh potensi sumber daya?

Begitu lah pemikiran yang muncul saat ini. Ibarat datang perang, kita punya belati, panah, pedang, pistol, granat dan tombak. Karena mau cepat dan ringkas waktu, semua hal itu dimasukkan ke satu tas ransel. Asal masuk semua, tidak ada penataan. Saat perang dimulai, bingung mau apa, karena semua tumpang tindih di dalam tas ransel. Akhirnya yang dipakai selama perang adalah tombak, tombak, dan tombak lagi. Karena penampilannya paling besar dan mencolok, mudah diambil. Mungkin kalau semua senjata bisa dipakai, perang jadi lebih efisien dan lebih banyak musuh yang dibunuh.

Keadaan saya tak jauh beda. Lihat laci sudah malas duluan. Akhirnya benda-beda yang dipakai hanya itu-itu saja. Benda yang letaknya dekat dengan jangkauan tangan.

Setelah dibersihkan dan ditata ulang, ternyata banyak barang yang saya saja sudah lupa punya barang itu. Banyak barang yang membuat daftar belanja langsung direvisi, karena ternyata saya punya. Nah kan, belum apa-apa sudah hemat uang belanja (jiwa anak ekonominya keluar). Banyak sampah juga. Hahaha.  Pena-pena yang sudah macet dan tidak dapat dipakai, ternyata masih dikoleksi saja selama ini.

Sekarang saya membiasakan diri untuk sebisa mungkin menaruh barang ke tempat semula setelah dipakai. Belajar seperti anak TK lagi lah. Tertib itu adalah bagian dari disiplin kan? Sekarang, saat saya akan mengerjakan sesuatu di atas meja, saya sudah tahu punya barang apa saja. Pekerjaan menjadi lebih cepat karena benda yang dipakai lebih cocok dengan kebutuhan, tajam dalam melakukan identifikasi karena bisa coret-coret dengan berbagai warna, dan banyak lagi . Biasanya hanya menggunakan kertas dan satu pena, beberapa hari lalu bisa pakai kertas, pena , dan stabilo berbagai warna dalam satu waktu.

Ujungnya adalah efisiensi dan membuat pekerjaan menjadi sesuatu yang menyenangkan. Kabar baiknya, ide-ide di kepala lantas berebutan muncul saat mulai bekerja. Mengalir begitu saja. Sepertinya kreativitas memang dapat memunculkan kreativitas lainnya lagi.

Sering kali berkarya itu dimulai dari hal kecil. Mengenali potensi yang dimiliki. Apakah itu barang, ide atau jaringan. Semua itu masuk kategori potensi. Kalau semua sudah kita kenali, kita tinggal meraciknya menjadi sebuah karya. Karya yang dihasilkan pun optimal, hasil semua potensi yang dikerahkan.

Kalau pun nantinya ternyata karya kita tak lebih baik dari orang lain tak masalah. Kita bisa tersenyum, karena kita sudah melakukan yang terbaik kok dengan mengerahkan seluruh potensi yang dimiliki.

***

Bandung, 19 Mei 2016